Thursday, February 17, 2011

Perjanjian Perdamaian


PERJANJIAN PERDAMAIAN
A.    PENGERTIAN
            Perjanjian perdamaian disebut juga dengan istilah dading. Perjanjian perdamaian diatur dalam Pasal 1851-1864 KUH Perata. Perdamaian adalah suatu persetujuan antara kedua belah pihak yang isinya untuk menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang[1], kedua belah pihak boleh mengakhiri suatu perkara yang sedang diperiksa pengadilan untuk mencegah timbulnya suatu perkara (Pasal 1851 KUH Perdata). Definisi lain dari perdamaian adalah:
“ Persetujuan dengan mana kedua belah pihak atas dasar saling pengertian mengakhiri suatu perkara yang sedang berlangsung atau mencegah timbulnya suatu sengketa.” (Art.1888 NBW)
Jadi, dalam perjanjian ini kedua belah pihak harus melepaskan sebagian tuntutan mereka dengan tujuan untuk mencegah timbul masalah. Perjanjian ini disebut perjanjian “formal” dan harus tertulis agar sah dan bersifat mengikat[2] menurut suatu formalitas tertentu.
            Oleh arena itu harus ada timbal balik pada pihak-pihak yang berperkara. Tidak ada perdamaian apabila salah satu pihak dalam satu perkara mengalah seluruhnya dan mengakui tuntutan pihak lawan seluruhnya. [3]
            Begitu juga tidak ada perdamaian jika kedua belah pihak menyerahkan penyelesaian perkara pada arbitrase (pemisah) atau tunduk pada nasihat dari pihak ke-3 (binded advies)
B.     UNSUR DAN SYARAT PERDAMAIAN

            Adapun unsur perdamaian beserta syarat dari unsur tersebut terdapat dalam KUH Perdata pasal 1851 dan 130 HIR. Dari kedua pasal tersebut 4 unsur, yaitu :
1.      Adanya persetujuan kedua belah pihak.
            Dalam perdamaian, kedua belah pihak harus saling sama-sama “ menyetujui” dan suka rela mengakhiri persengketaan. Persetujuan tidak boleh hanya dari sebelah pihak atau dari hakim, sehingga berlaku persetujuan yang telah diatur dalam pasal1320 KUH Perdata :
a.       Adanya kata sepakat secara suka rela (toestemming)
b.      Kedua belah pihak cukup membuat persetujuan (bekwamheid)
c.       Dibuat persetujuan mengenai pokok yang tertentu (bepaalde onderwerp)
d.      Dengan dasar alasan yang diperbolehkan (geoorlosfde oorzaah)
     Oleh karena itu dalam suatu persetujuan tidak boleh ada cacat pada setiap unsur, seperti :
a.       Kekeliruan/kekhilafan (dwaling)
b.      Paksaan (dwang)
c.       Penipuan (bedrog)
            Sedangkan dalam pasal 1859 KUH Perdata perdamaian dapat dibatalkan jika terjadi kekhilafan:
a.       Mengenai orangnya
b.      Mengenai pokok yang diperselisihkan.
            Kemudian dalam pasal 1860 dikatakan beberapa faktor kesalahpahaman perdamaian, seperti :
a.       Kesalahpahaman tentang duduknya perkara
b.      Kesalahpahaman tentang suatu atas hak yang batal.

2.      Kedua belah pihak sepakat mengakhiri sengketa.
            Suatu perdamaian yang tidak secara tuntas mengakhiri sengketa yang sedang terjadi antara kedua belah pihak dianggap tidak memenuhi syarat. Putusan seperti ini tidak sah dan tidak mengikat kepada dua belah pihak. Perdamaian sah dan mengikat jika yang sedang disengketakan dapat diakhiri oleh perdamaian yang bersangkutan.

3.      Isi perjanjiannya menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang dalam bentuk tertulis.
            Persetujuan perdamaian tidak sah jika dalam bentuk lisan dan harus bersifat tertulis dan sifatnya biasanya memaksa (imperatif). Maksud diadakan perjanjian perdamaian secara tertulis adalah untuk menjadi alat  bukti bagi para pihak untuk diajukan ke hadapan hakim. Jika dilihat dari bentuk persetujuan perdamaian, maka dapat dibedakan dua bentuk format persetujuan perdamaian, yakni :
a.       Putusan perdamaian
b.      Akta perdamaian.
4.      Sengketa tersebut sedang diperiksa atau untuk mencegah timbulnya suatu perkara (sengketa).
            Perdamaian harus didasarkan pada persengketaan yang sedang diperiksa, karena menurut pasal 1851 KUH Perdata persengketaan itu:
a.       Sudah berwujud sengketa perkara di pengadilan.
b.      Sudah nyata wujud dari persengketaan perdata yang akan diajukan ke pengadilan, sehingga perdamaian yang dibuat oleh para pihak mencegah terjadinya persengketaan di sidang pengadilan.

C.     SUBJEK DAN OBJEK PERDAMAIAN.
1.      Orang yang berwenang mengadakan perdamaian.
                             Pada dasarnya setiap orang dapat melakukan perdamaian, namun dalam pasal 1852 KUH Perdata telah ditentukan orang yang berwenang untuk melepaskan hak-haknya atas hal-hal yang termaktub dalam perdamaian. Sedangkan orang yang tidak berwenang untuk melakukannya adalah:
a.       Para wali dan pengampu, kecuali jika mereka bertindak menurut ketentuan-ketentuan dari Bab XV dan Bab XVII dalam buku kesatu KUH Perdata.
b.      Kepala-kepala daerah dan kepala lembaga-lembaga hukum.

2.      Objek perdamaian.
            Objek perjanjian perdamaian diatur dalam pasal 1853 KUH Perdata. Objek perjanjian perdamaian adalah:
a.       Perdamaian dapat diadakan mengenai kepentingan keperdataan yang timbul dari suatu kejahatan atau pelanggaran. Dalam hal ini perdamaian sekali-kali tidak menghalangi pihak kejaksaan untuk menuntut kejahatan atau pelanggaran yang bersangkutan.
b.      Setiap perdamaian hanya menyangkut soal yang tercantum di dalamnya, sedangkan pelepasan segala hak dan tuntutan-tuntutan itu berhubungan dengan perselisihan yang menjadi sebab perdamaian tersebut.

D.    AKIBAT HUKUM
1        Mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
            Jika perdamaian telah diputuskan, maka putusan itu disamakan seperti putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sebagaimana tercantum dalam pasal 1858 ayat 1 dan pasal 130 ayat 2 KUH Perdata.
2        Tertutup upaya banding dan kasasi.
            Akibat hukum yang kedua adalah tertutupnya upaya hukum, baik banding ataupun kasasi. Suatu putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap  tidak bisa tidak dapat banding atau kasasi. Ketentuan ini ditegaskan dalam pasal 130 ayat 2 HIR bahwa perdamaian (putusan perdamaian) tidak diizinkan banding tidak diizinkan banding, yang artinya sejak awal keputusan perdamaian tidak diperoleh mengajukan permintaan banding. Sebab saat putusan perdamaian terwujud, sudah melekat pada putusan perdamaian nilai kekuatan hukum seperti putusan yang sudah mendapat kekuatan hukum tetap.
3        Mempunyai kekuatan eksekusi.
            Adapun akibat hukum yang ketiga adalah kekuatan hukum yang mengikat dan mempunyai kekuatan mengeksekusi. Sehingga jika para pihak ingin membatalkan perdamaian secara sepihak, maka kedua belah pihak harus menaati dan melaksanakan sepenuhnya isi yang tercantum dalam putusan perdamaian. Dengan demikian terhadap putusan perdamaian berlaku ketentuan pasal 1339 dan pasal 1348 KUH Perdata.
            Para pihak harus menaati dan memenuhi isi putusan perdamaian tidak hanya menurut bunyi rumusnya, tetapi juga dari segi tujuan, segi sifat perdamaian itu sendiri dan juga menurut kepatutan serta kebiasaan. Sehingga pentaatan putusan perdamaian harus sesuai dengan yang diputuskan MA tanggal 9 November 1976 No. 1245 k/SIP/1974 yang berbunyi: “pelaksanaan suatu perjanjian dan tafsiran suatu perjanjian tersebut, tetapi juga berdasarkan sifat objek persetujuan serta tujuan yang telah ditentukan dalam perjanjian
            Dalam hal ini tidak saja kekuatan hukum mengikat yang melekat pada peraturan perdamaian, akan tetapi melekat juga di dalamnya kekuatan hukum eksekutorial, hal ini berarti jika salah satu pihak enggan isi persetujuan perdamaian  “secara suka rela” maka pihak yang lain dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri, agar pihak yang ingkar tadi dapat dipaksa memenuhi isi putusan perdamaian. Dan jika perlu dapat meminta bantuan kekuasaan hukum (kepolisian
            Jelasnya semua ketentuan eksekusi terhadap putusan peradilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, berlaku sepenuhnya terhadap eksekusi putusan perdamaian. Apabila keputusan perdamaian itu mengandung eksekusi riil yang diatur dalam pasal 200 ayat 11 HIR atau pasal 1033 RV, berlaku sepenuhnya dalam kasus eksekusi putusan perdamaian. Selanjutnya jika dalam putusan perdamaian berupa eksekusi pembayaran uang, berlaku sepenuhnya eksekusi yang diatur dalam pasal 195 sampai dengan pasal 200 HIR. Dan apabila eksekusinya mengandung pelaksanaan suatu perbuatan (untuk melaksanakan sesuatu) berlaku sepenuhnya ketentuan eksekusi yang diatur dalam pasal 225 HIR.
            Dengan demikian penataan dan pemenuhan putusan perdamaian sama halnya dengan penataan dan pemenuhan putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum, yakni:
1)      Penataan dan pemenuhannya dapat dilakukan secara suka rela.
2)      Penataan dan pemenuhannya dapat dipaksakan melalui eksekusi, jika salah satu pihak enggan menaati dan memenuhinya secara suka rela.
Jadi pada prinsipnya putusan perdamaian memperpendek dan mempersingkat proses penyelesaian perselisihan di antara pihak yang berselisih.

E. PERSEPEKTIF HUKUM DALAM PERJANJIAN PERDAMAIAN.
            Berkenaan dengan perjanjian perdamaian ini, maka bisa dikatakan bahwasanya bentuk perjanjian masih berlaku sampai sekarang, dikarenakan tujuan dari perjanjian ini adalah mencegah terjadinya sengketa dan masih terus bisa dilangsungkan ke dalam bentuk hukum acara perdata. Perjanjian perdamaian juga berhubungan erat dengan arbitrase (perwasitan).
            Tujuan perjanjian perdamaian adalah untuk menghentikan suatu perkara yang sedang diperiksa di pengadilan. Perjanjian perdamaian dikatakan sah apabila perjanjian tersebut dilakukan di pengadilan dan tidak sah bila dilakukan selain di pengadilan.


[1] Salim, HUKUM KONTRAK: Teori dan Teknik Penyusunan.2008, cetakan ke-8, Jakarta: SINAR GRAGIKA. Hal. 92
[2] R. Subekti, ANEKA PERJANJIAN. 1995, Bandung : PT. CITRA ADITYA BAKTI. Hal. 177
[3] Victor M. Situmorang, Perdamaian dan Perwasitan dalam Hukum Acara Perdata. 1993. Jakarta: Rineka Cipta Hal. 3

Sunday, February 13, 2011

Dasar Hukum Jual Beli


PEMBAHASAN

A.    Pengertian Jual Beli
Menurut bahasa berarti : البيع,  التجارة, المبادلة
sebagaimana firman Allah SWT:
šcqã_ötƒ Zot»pgÏB `©9 uqç7s? ÇËÒÈ  
mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, (Fathir: 29)
           
            Menurut istilah, jual beli adalah:
1.      Menukar barang dengan barang (barter) atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari satu pihak kepada pihak lain dengan dasar saling rela.
2.                                                                                   تمليك عين مالية بمعاوضة باذن شرعي           
"pemilikan harta benda dengan jalan tukar-menukar yang sesuai dengan syara’"
3.                                   مقابلة مال قابلين للتصرف بايجاب و قبول على الوجه المأذون فيه
"saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola, dengan ijab qabul, dengan cara yang sesuai dengan syara’ ”
4.                                                                       مقابالة مال على وجه مخصووص
"tukar menukar benda lain dengan cara yang khusus (dibolehkan)"
5.                           مبادلة مال على سبيل  التراضى أو نقل ملك بعوض على الوجه المأذون فيه
"penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang diperbolehkan"
6.                           عقد يقوم على أساس مبادلة المال بالمال ليفيد تبادل الملكيات على الدوام
“aqad yang tegak atas dasar penukaran harta dengan harta, maka jadilah penukaran hak milik tetap”
            Jadi dapat disimpulkan bahwa inti jual beli adalah perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara suka rela diantara kedua belah pihak, yang satu memberi benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai perjanjian dan atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.

B.     Rukun Jual-Beli.
1.      Akad (ijab qabul).
Ijab qabul adalah bukti adanya kerelaan antara dua belah pihak, karena ridha (rela) adalah perkara hati, maka hendaklah dapat dibuktikan wujudnya dengan ijab qabul.
            Syarat sah ijab qabul ada 3:
1)      Tidak ada pemisah, seperti diam ketika ijab qabul.
2)      Tidak diselingi dengan kata lain antara ijab qabul.
3)      Islam, khusus bagi pembeli saja dalam benda tertentu (penjualan budak).
2.      Orang-orang yang berakad (penjual & pembeli).
Syaratnya adalah:
1)      Baligh berakal tidak mudah tertipu, orang bodoh tidak boleh menjual harta walaupun miliknya, begitu juga orang gila dan anak kecil. Firman Allah:
Ÿwur (#qè?÷sè? uä!$ygxÿ¡9$# ãNä3s9ºuqøBr& 
“dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya”(An-Nisaa’: 5)
2)      Beragama islam
3.      Ma’kud ‘alaih (objek akad).
Syarat-syaratnya adalah:
1)      Suci atau bisa disucikan, selain dari itu tidak boleh (benda najis), namun ada pengecualian terhadap beberapa benda:
-          Anjing boleh diperjual belikan jika untuk buruan
-          Berhala sebenarnya tidak boleh karena tidak ada manfaatnya, tapi jika hancur jadi batu biasa maka boleh diperjual belikan
-          Kucing tidak bisa diperjualbelikan karena ada hadits shahih yang melarangnya, jumhur ulama membolehkannya jika ada manfaatnya. Karena larangan dalam hadits shahih dianggap sebagai tanzih
2)      Ada manfaatnya menurut syara’
3)      Tidak bisa ditaklikkan, atau digantungkan pada hal lain.
4)      Tidak dibatasi waktunya, karena bukan sewa-menyewa.
5)      Barangnya dapat dipastikan keberadaannya dan bisa dikuasai. Tidak sah objek akad seperti barang yang hilang, kemungkinan tidak bisa diraih (ikan dilaut)
6)      Milik sendiri
7)      Diketahui bentuk fisiknya (volume, takaran, berat, ukuran). Karena tidak sah jual beli yang menimbulkan rasa ragu pada salah satu pihak.
C.    Macam-Macam Jual Beli
1.      Menurut objek jual beli, ada 3 macam :
1)      Jual beli benda yang kelihatan. Ketika terjadi aqad, barangnya ada didepan  mata. Hal yang lumrah dalam jual beli di masyarakat.
2)      Jual beli yang disebutkan sifatnya dalam perjanjian. Bisa juga dikatakan jual beli salam (pesanan). Semua syarat jual beli berlaku dan dengan tambahan syarat :
-          Ketika akad salam, disebutkan sifat-sifatnya (bentuk, takaran, ukuran)
-          Dalam akad disebutkan hal yang bisa mempertinggi atau memperendah harga barang
-          Barang yang dipesan adalah barang yang mudah atau ada di pasaran
-          Harga langsung ditentukan di tempat akad berlangsung.
3)      Jual beli barang yang tidak ada dan tidak kelihatan. Hal ini dilarang oleh agama karena dikhawatirkan akan barang curian, barang titipan, atau ada unsur ghoror.
2.      Menurut pelaku akad (subjek), ada tiga cara:
1)      Akad jual beli dengan lisan. Bagi orang bisu bisa dengan isyarat, karena yang diperhatikan dalam akad adalah maksud dan tujuannya.
2)      Penyampaian akad melalui perantara, utusan, tulisan. Jual beli ini dilakukan oleh kedua belah pihak tidak berada dalam satu majelis akad. Hal ini dibolehkan menurut syara’ karena sebagian ulama jual beli seperti ini sama halnya dengan jual-beli salam, bedanya hanyalah tempat akadnya.
3)      Jual beli dengan perbuatan (saling memberikan), atau dikenal dengan istilah Mu’athah yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab qabul, seperti mengambil rokok yang sudah ditulis harganya dan dilakukan tanpa sighat. Tapi menurut syafi’iyah hal itu dilarang karena ijab qabul adalah rukun jual beli. Sedangkan sebagian syafi’iyah lainnya (imam nawawi) hal itu boleh jika barang itu keperluan sehari-hari.
3.      Jual beli barang yang dilarang dan haram hukumnya:
1)      Barang yang hukumnya najis oleh agama (anjing, babi, berhala, bangkai, khamar)
2)      Jual beli sperma hewan.
3)      Jual beli anak binatang ternak yang masih dalam kandungan induknya. Karena belum ada dan tidak tampak
4)      Jual beli muhaqallah.
Baqalah berarti tanah, sawah dan kebun. Muhaqallah adalah menjual tanaman yang masih ada di sawah atau kebun. Karena ada sebab persangkaan riba dalamnya.
5)      Jual beli mukhadharah. Menjual buah-buahan yang belum pantas untuk panen (buah-buahan yang belum matang).
6)      Jual beli dengan Muhammasah. Yaitu secara sentuh-menyentuh, seseorang dianggap telah membeli barang yang telah ia sentuh.
7)      Jual beli dengan munabadzah. Yaitu jual beli dengan lempar-melempar, seperti seseorang berkata: ”lemparkan aku apa yang ada padamu, nanti akan kulemparkan apa yang ada padaku”. Hal ini dilarang karena ada unsur penipuan dan tidak ada ijab qabul.
8)      Jual beli dengan muzabanah, menjual dengan mencampur buah yang basah dengan yang kering, sehingga ukurannya menjadi tidak normal.
9)      Menjual dengan dua harga terhadap satu jenis barang yang dipermual-belikan. Seperti menjual barang dengan harga Rp 3.000 bila tunai dan Rp 4.000 bila hutang. Berdasarkan hadits nabi ini hukumnya adalah riba.
10)  Jual beli dengan syarat (iwadh mahjul). Bentuknya hampir sama dengan no. 9, hanya saja disini dianggap sebagai syarat.
11)  Jual beli gharar atau samar-samar. Karena dikhawatirkan adanya penipuan. Hadits nabi SAW:
لا تشتروا السمك في الماء فإنه غرر  (رواه أحمد)
Artinya: janganlah kamu membeli ikan di dalam air, karena jual beli seperti ini termasuk gharar alias menipu (riwayat ahmad).
12)   Jual beli dengan mengecualikan sebagian barang yang dijual. Seperti membeli mobil tanpa membeli mesinnya. Sebenarnya jual beli seperti ini sah jika yang dikecualikan jelas, jika tidak jelas (majhul) maka jual beli ini batal. Sabda nabi SAW:
نَهَى عَنِ الْمُحَاقَلَةِ وَالْمُزَابَنَةِ وَالْمُخَابَرَةِ وَعَنِ الثُّنْيَا إلاَّ أَنْ تُعْلَمَ  (رواه النساٍئ)
            Artinya: Rasulullah melarang jual beli dengan muhaqqalah, mudzbanah, dan yang dikecualikan, kecuali itu benar.
13)  Larangan menjual makanan hingga dua kali takar. Hal ini menunjukkan kurangnya saling percaya antara kedua belah pihak. Menurut para ulama jika telah membeli barang dengan suatu takaran, kemudian ia berniat menjualnya lagi, maka ia tidak boleh menjual kepada pembeli kedua dengan takaran yang pertama sehingga ia harus menakar lagi untuk pembeli kedua itu. Rasul melarang jual-beli makanan yang dua kali ditakar, dengan takaran penjual dan takaran pembeli (riwayat ibnu majah dan qurtubi)
4.      Jual beli yang dilarang oleh agama, tapi sah hukumnya. Sedangkan pelakunya berdosa.
1)      Membeli barang-barang dari orang desa sebelum orang desa tersebut menjualnya di pasar dengan tujuan agar mendapat dengan harga yang murah dan barang tersebut dijual lagi dengan harga setinggi-tingginya. Tapi jika orang desa tersebut sudah tahu harga pasaran, maka jual beli ini tidak apa-apa.
لا يَبعَ حاضِرٌ لباد  (رواه البخار و مسلم)
            Artinya: tidak boleh menjualkan orang hadir (kota) barang orang dusun (riwayat bukhari dan muslim)
2)      Menawar barang yang sudah ditawar orang lain.
3)      Jual beli dengan najasyi, yaitu seseorang menambah atau melebihi harga temannya dengan maksud memancing-mancing orang agar orang itu mau membeli barang kawannya.
أن رسولَ الله صلى الله عليه وسلم نهى عن النَّجْش (رواه البخار و مسلم)
            
4)      Menjual diatas penjualan orang lain. Sabda Nabi SAW:
لاَ يَبِع الرَّجُلُ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ، وَلاَ يَخْطُبْ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ، إلاَّ أَنْ يَأْذَنَ لَهُ  (رواه البخار و مسلم)


D. Analisis Masalah
            1. KRONOLOGI KASUS

MULTI LEVEL MARKETING
                        Di tengah kelesuan dan keterpurukan ekonomi nasional, datanglah sebuah sistem bisnis yang banyak menjanjikan dan keberhasilan serta menawarkan kekayaan dalam waktu singkat.
                        Sistem ini kemudian dikenal dengan istilah Multi Level Marketing (MLM) atau Networking Marketing. Banyak orang yang bergabung ke dalamnya, baik dari kalangan orang-orang awam ataupun dari kalangan penuntut ilmu, bahkan dari berita ada sebagian pondok pesantren yang mengembangkan sistem ini untuk pengembangan usaha pesantren.
                        Secara umum Multi Level Marketing adalah suatu metode bisnis alternatif yang berhubungan dengan pemasaran dan distribusi yang dilakukan melalui banyak level (tingkatan), yang biasa dikenal dengan istilah Upline (tingkat atas) dan Downline (tingakt bawah), orang akan disebut Upline jika mempunyai Downline. Inti dari bisnis MLM ini digerakkan dengan jaringan ini, baik yang bersifat vertikal atas bawah maupun horizontal kiri kanan ataupun gabungan antara keduanya.
                        Akar dari MLM tidak bisa dilepaskan dari berdirinya Amway Corporation dan produknya nutrilite yang berupa makanan suplemen bagi diet agar tetap sehat. Konsep ini dimulai pada tahun 1930 oleh Carl Rehnborg, seorang pengusaha Amerika yang tinggal di Cina pada tahun 1917-1927.
                        Setelah 7 tahun melakukan eksperimen akhirnya dia berhasil menemukan makanan suplemen tersebut dan memberikan hasil temuannya kepada teman temannya. Tatkala mereka ingin agar dia menjualnya pada mereka, Rehnborg berkata "Kamu yang menjualnya kepada teman-teman kamu dan saya akan memberikan komisi padamu".
                        Inilah praktek awal MLM yang singkat cerita selanjutnya perusahaan Rehnborg ini yang sudah bisa merekrut 15.000 tenaga penjualan dari rumah ke rumah di LARAMG beroperasi oleh pengadilan pada tahun 1951, karena mereka melebih-lebihkan peran dari makanan tersebut. Yang mana hal ini membuat Rich DeVos dan Jay Van Andel Distributor utama produk nutrilite tersebut yang sudah mengorganisasi lebih dari 2000 distributor mendirikan American Way Association yang akhirnya berganti nama menjadi Amway. Kesimpulannya, memang ada sedikit perbedaan pada sistem setiap perusahaan MLM, namun semuanya berinti pada mencari anggota lainnya, semakin banyak anggotanya semakin banyak bonus yang diperolehnya.

                        2. ANALISIS KASUS
                        Beragamnya bentuk bisnis MLM membuat sulit untuk menghukumi secara umum, namun ada beberapa sistem MLM yang jelas keharamannya, yaitu menggunakan sistem sebagai berikut :
a)      Menjual barang-barang yang diperjualbelikan dalam sistem MLM dengan harga yang jauh lebih tinggi dari harga wajar, maka hukumnya haram karena secara tidak langsung pihak perusahaan telah menambahkan harga yang dibebankan kepada pihak pembeli sebagi sharing modal dalam akad syirkah mengingat pembeli sekaligus akan menjadi anggota perusahaan yang apabila ia ikut memasarkan akan mendapat keuntungan estafet. Dengan demikian praktek perdagangan MLM mengandung unsur kesamaran atau penipuan karena terjadi kekaburan antara akad jual beli, syirkah dan mudlarabah, karena pihak pembeli sesudah menjadi anggota juga berfungsi sebagai pekerja yang akan memasarkan produk perusahaan kepada calon pembeli atau anggota baru.
b)      Calon anggota mendaftar ke perusahaan MLM dengan membayar uang tertentu, dengan ketentuan dia harus membeli produk perusahaan baik untuk dijual lagi atau tidak dengan ketentuan yang telah ditetapkan untuk bisa mendapatkan point atau bonus. Dan apabila tidak bisa mencapai target tersebut maka keanggotaannya akan dicabut dan uangnya pun hangus. Ini diharamkan karena unsur ghoror (spekulasi) nya sangat jelas dan ada unsur kedhaliman terhadap anggota.
c)      Calon anggota mendaftar dengan membayar uang tertentu, tapi tidak ada keharusan untuk membeli atau menjual produk perusahaan, dia hanya berkewajiban mencari anggota baru dengan cara seperti di atas, yakni membayar uang pendaftaran. Semakin banyak anggota maka akan semakin banyak bonusnya. Ini adalah bentuk riba karena menaruh uang di perusahaan tersebut kemudian mendapatkan hasil yang lebih banyak.
d)     Mirip dengan yang sebelumnya yaitu perusahaan MLM yang melakukan kegiatan menjaring dana dari masyarakat untuk menanamkan modal disitu dengan janji akan diberikan bunga dan bonus dari modalnya. Ini adalah haram karena ada unsur riba.
e)      Perusahaan MLM yang melakukan manipulasi dalam memperdagangkan produknya, atau memaksa pembeli untuk mengkonsumsi produknya atau yang dijual adalah barang haram. Maka MLM tersebut jelas keharamannya. Namun ini tidak cuma ada pada sebagian MLM tapi bisa juga pada bisnis model lainnya.      
                       
                        Namun bagaimana sebenarnya hukum MLM secara umum ?. Menurut keterangan dari Syaikh Salim Al-Hilali Hafidzahullah, beliau berkata : " Banyak pertanyaan seputar bisnis yang banyak diminati oleh khalayak ramai. Yang secara umum gambarannya adalah mengikuti pola piramida dalam sistem pemasaran, dengan cara setiap anggota harus mencari anggota- anggota baru dan demikian selanjutnya. Setiap anggota membayar uang pada perusahaan dengan jumlah tertentu dengan iming-iming dapat bonus, semakin banyak anggota dan memasarkan produknya maka akan semakin banyak bonus yang dijanjikan. Sebenarnya kebanyakan anggota MLM ikut bergabung dalam perusahaan tersebut adalah karena adanya iming-iming bonus tersebut dengan harapan agar cepat kaya dalam waktu yang sesingkat mungkin dan bukan karena dia membutuhkan produknya. Bisnis model ini adalah perjudian murni, karena beberapa sebab berikut, yaitu:
a.       Sebenarnya anggota MLM ini tidak menginginkan produknya, akan tetapi tujuan utama mereka adalah penghasilan dan kekayaan yang banyak lagi cepat yang akan diperoleh setiap anggota hanya dengan membayar sedikit uang.
b.       Harga produk yang dibeli sebenarnya tidak sampai 30% dari uang yang dibayarkan pada perusahaan MLM.
c.        Bahwa produk ini bisa dipindahkan oleh semua orang dengan biaya yang sangat ringan, dengan cara mengakses dari situs perusahaan MLM ini di jaringan internet.
d.      Bahwa perusahaan meminta para anggotanya untuk memperbaharui keanggotaannya setiap tahun dengan di iming-imingi berbagai program baru yang akan diberikan pada mereka.
e.       Tujuan perusahaan adalah membangun jaringan personil secara estafet dan berkesinambungan. Yang mana ini akan menguntungkan anggota yang berada pada level atas (Upline) sedangkan level bawah (downline) selalu memberikan nilai point pada yang berada dilevel atas mereka.



PENUTUP

A. KESIMPULAN

       Kesimpulan yang bisa diambil dari analisis kasus  mengenai jual beli dengan sistem MULTI LEVEL MARKETING adalah bahwasanya jual beli adalah haram karena beberapa sebab yaitu:
1.    Ini adalah penipuan dan manipulasi terhadap anggota.
2.    Produk MLM ini bukanlah tujuan yang sebenarnya. Produk ini hanya bertujuan untuk mendapat izin dalam undang-undang dan hukum syar'i.
3.    Dilarang karena bisa membahayakan perekonomian nasional baik bagi kalangan individu maupun bagi masyarakat umum. Berdasarkan ini semua, tatkala hukum syar'i didasarkan pada maksud dan hakekatnya serta bukan sekedar polesan luarnya, maka perubahan nama sesuatu yang haram akan semakin menambah bahayanya karena ini berarti terjadi penipuan terhadap Allah dan Rasul-Nya, oleh karena itu sistem bisnis semacam ini adalah haram dalam pandangan syar'i. walaupun bermanfaat bagi sebagian orang, namun tidak bisa menghilangkan keharamannya.