Sunday, March 6, 2011

KESETARAAN DAN KEMITRAAN DALAM RUMAH TANGGA

PENDAHULUAN
A.            Latar Belakang Masalah
Al Qur’an dan sunah sebagai pedoman hidup bagi muslim, mengandung nilai-nilai universal yang menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia. Nilai-nilai tersebut antara lain nilai kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, kemerdekaan dan sebagainya. Berkaitan dengan nilai kesetaraan dan keadilan, Islam tidak pernah menolerir adanya perbedaan dan diskriminasi.
Ada banyak hal yang membuktikan bahwa posisi lelaki dan perempuan adalah setara. Antara lain QS. Al-Baqarah/2: 187, QS. Ali Imran/3: 195, QS. Al-Taubah/9: 71 dan lainnya. Semuanya mengedepankan prinsip setara dalam memandang perempuan dan laki-laki, baik dari segi ibadah dan kehidupan dalam rumah tangga,
Konsep kesetaraan dalam rumah tangga menjadi perbincangan yang menarik seiring dengan munculnya paham feminis yang menuntut kesetaraan antara laki-laki dan perempuan di segala aspek. Pembicaraan mengenai kodrat perempuan pun mewarnai perdebatan ini.
Tidak ada satu pembahasan yang luput dari al-quran dan sunah. Kesetaraan yang jadi perdebatan ini pun dapat kita temui jawabannya. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai kesetaraan dan kemitraan dalam rumah tangga dari berbagai perspektif dan menganalisis fenomena sekarang terkait dengan hal ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana posisi perempuan pada masa pra Islam?
2.      Bagaimana pandangan Islam dan Undang-Undang mengenai kesetaraan dan kemitraan dalam rumah tangga?
3.      Bagaimana kaum feminis memandang kesetaraan?
4.      Bagaimana analisis mengenai fenomena peralihan peran suami dan istri?

Thursday, March 3, 2011

Sanksi Nikah Sirri


PENDAHULUAN
 
A.    Latar Belakang Masalah
persoalan perkawinan yang muncul di Indonesia yang mendapatkan sorotan cukup tajam dari masyarakat kaitannya dengan pengaturannya dalam perundang-undang perkawinan di Indonesia adalah persoalan pernikahan sirri. Di satu sisi pernikahan sirri sebagaimana dalam pengertiannya di Indonesia adalah sah dalam pandangan kitab-kitab fiqh yang selama ini menjadi pegangan mayoritas ummat Islam di Indonesia dan di sisi lain negara melalui Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tidak mengakui pernikahan tersebut karena tidak dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku,[1] pernikahan yang demikian itu tidak memiliki kekuatan hukum di Indonesia[2] bahkan pernikahan tersebut dianggap sebagai sebuah tindak pidana yang diancam 6dengan hukuman denda.
Munculnya sanksi nikah sirri bermula dari akibat yang ditimbulkannya. Nikah sirri  menjadikan perempuan sebagai korban dan anak-anak hasil perkawinan tersebut menjadi terlantar karena tak diakui negara dan terkadang orang tuanya lepas tangan sebagai kewajibannya sebagai orang tua, dan tidak bisa menjadi ahli waris dan perkawinannya tidak diakui oleh istri sah.
Akan tetapi di kalangan ulama terjadi perdebatan tentang pernikahan sirri. Banyak yang pro karena memandang nikah adalah ibadah, banyak pula yang kontra karena menilai model perkawinan tersebut merugikan perempuan.
            Dengan adanya pengajuan RUU tentang sanksi nikah sirri, maka hal itu dinilai sebagai intervensi negara terhadap wilayah privasi warga negara. Pelibatan negara dan sanksi pidana dinilai mengancam, karena akan banyak kriminalisasi bagi pelaku perkawinan yang tidak mencatatkan perkawinan sesuai ketentuan hukum agama.